“Hakekat”
sebuah novel
religious
Hati-kati kalau pacaran
jarak jauh. Laki-laki dimana-mana sama. Jangankan pacaran jarak jauh, jarak
dekat saja dia sempat selingkuh, apalagi jarang ketemu,…. (M. Hamli Sa’ad,
Hakekat, sebuah novel religious, Diva Press, 2009, hal. 67)
Sebaik apa pun kelakuan
manusia, dia bukan nabi atau malaikat. (68) Dia pasti pernah berbuat salah,
namun yang terbaik adalah menyesali kesalahan yang telah di perbuatnya dan
tidak akan mengulangi lagi kesalahan yang lalu. Dan itu semua tergantung
masing-masing orangnya.
Yang penting adalah kudu eling lan waspada,(69).
Biarkanlah dia pergi
selamanya bersama yang baru. Sebab tuhan tidak hanya menciptakan di dunia ini
satu wanita, tapi masih banyak diluar sana
yang jauh lebih baik dari yang dulu. (75)
Diatas langit ternyata
masih ada langit yang lain lagi, demikian dengan ilmu.
Itulah hidup. Perlu
perjuangan. Kalau mau senang ya susah dulu, semuanya membutuhkan proses bukan
hanya hasilnya saja. 89
Salat bukan mencari
kekayaan, namun salat untuk mencari kedamaian batin yakni mendekatkan diri kepada
Allah. Sedangkan kekayaan itu dicari dengan bekerja dan berusaha. Tentu jika
usahanya sepenuh hati dapat di pastikan akan kaya. Jadi yang membuat kaya
adalah bekerja.
Dan tujuan manusia hidup
adalah untuk beribadah kepada tuhan dengan usaha sebagaia penunjangnya.
Pembicaraan mereka
terhenti seketika seiring dengan berkumandangnya azan Zuhur. Ia memangil
orang-orang beriman untuk bersujud di tengah-tengah kesibukannya bekerja atau
mencari nafkah. Namun, kenytaannya hanya sedikit saja yang memenuhi pangilan
tersebut. (176)
Cinta akan hadir dengan
sendirinya, tanpa di duga sebelumnya,…. Cinta itu fitrah, juga karunia. (178)
Sawang-sinawang
itu
saling melihat atau saling menilai. Tadi kamu bilang enak jadi anak kecil yang
hidup tanpa beban, engak punya problem, engak punya target hidup. Tapi, di mata
anak kecil, ya enak jadi orang dewasa yang bisa pergi kemana-mana, boleh
berbuat apa saja, punya ini dan itu, dll. (181)
Daripada melihat dan
menilai rumput tetangga yang Nampak lebih hijau, lebih baik perhatikanlah
rumput kita sendiri. Kalau tampak kecolatan karena kekeringan, ya sering-sering
disirami. Kalau sabat ya di tebasi. (182)
Hakekat cinta? Cinta?
Siapapun pernah mengalaminya. Tak peduli apakah seseorang itu ustadz atau
bukan, kaya atau miskin, raja atau rakyat jelata. Pokoknya, setiap manusia akan
mengalaminya. Banyak yang mengatakan, jatuh cinta tak terkira rasanya. Bahagia
jika cinta bersambut. Sebaliknya, akan menderita jika tawaran cintanya tak
mendapat balasan. Luka di hati pun akan terpatri begitu dalam, seakan tak
terobati. Apalagi, jika kemudian cinta itu putus di tengah jalan. Tentu luka
yang lara akan terkenag sepanjang mas. (212-213)
Hakekat cinta yang
seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai agama, mengakat harkat martabat
kemanusiaan, dan mengedepankan akhlak terpuji, entak kenapa kini sering kali
ternoda oleh nafsu berlumur dosa. Akhirnya, cinta dan nafsu pun berjalan
seiring, tanpa ada pembatas. (213)
Cinta memang tidak harus
memiliki. Betapapun cinta begitu dalam jika belom jodoh bagaimana pun caranya
belum tentu bersatu.
Selesai baca, 11.00.
Banjarmasin, 3/8/2014.
0 komentar:
Posting Komentar