SDSB
era 80an
(dikutip dari “Novel Burlian: Karya Tere_Liye, h.95-).
sungguh novel yang penuh inspiratif.
Di
era 80an ada yang terkenal dengan nama SDSB yaitu “Sumbangan Dana Sosial
Berhadiah”. Mengikuti acara ini tidak perlu sekolah tinggi-tinggi apalagi memiliki
ijazah yang penting ada kemauan dan uang untuk membeli nomor yang akan di pasang.
Acra
ini awalnya tidak di minati oleh kebanyakan orang, namun karena disediakan hadiah yang mengiurkan hanya denan membeli angka seharga 1000 esok harinya mendapat
hadiah 2.500.000. tentu jika nomernya tembus alias nomer yang di beli sama
dengan nomer yang di siarkan melalui radio. siapa yang tak tergiur dengan
hadiah sebesar itu terlebih bagi orang yang tidak berpendidikan, dengan hadiah
inilah banyak orang kampung mengikutinya dan pasti tergoda.
Awalnya
hanya coba-coba, kemudian berlanjut menjadi kebiasaan, awalnya hanya 1000
menjadi 10.000 dan selanjutnya. Bahkan uang untuk membeli beras di gunakan
untuk membeli nomer.
Sehingga
mereka malas berusaha, jika tidak ada uang lagi perabotan rumah tangga akan di
jual hanya untuk membeli nomer SDSB bahkan rumah bisa juga di jual.
Tidak
hanya orang dewasa saja yang membeli nomer SDSB namun anak anak juga. Jika
orang tua masih meliki uang bisa beli jika tidak dia akan menjual apa yang ada,
coba anda bayangkan jika anak yang mau beli namun tidak ada uang apa yang akan
dia lakukan??? Tentu apa saja akan di lakukannya, alih-alih pasti akan cari
cara minimal mencuri uang belanja ibunya. Jika demikian maka rusaklah generasi
muda.
Judi
pada saat itu tidak hanya SDSB saja, bahkan ada juga yang memasang taruhan
untuk jagoan mereka misalnya dalam laga tinju atapun sepak bola. Apa saja bisa
di jadikan sebagai judi.
Ada
sebuah cerita, di suatu kampong ada seorang kiyai yang mashur dan terpandang
dia memiliki anak. Suatu ketika anaknya sembunyi-sembunyi menyabung ayam.
Kelakuannya ini di ketahui oleh salah seorang murid kiyai. Maka sang murid ini
pun melaporkan kejadian tersebut kepada kiyai. Marahlah sang kiyai tersebut
akan perbuatan anaknya, sambil berucap astaghfirullah, sungguh anak tak
tau berbudi, mau di taruh di mana mukaku. Sang murit berkata lagi, tapi…tapi…
anak kiyai menag. Alhamdulillah haji berucap syukur.
Akupun
tertawa membaca cerita itu. Astaghfirullah, benarkah cerita haji itu?
Tentu
ada benarnya dan ada salahnya juga, hal ini kembali kepada diri masing-masing.
Coba
anda bayangkan betapa majunya judi jaman dulu, terlebih pada zaman sekarang ini
apa saja bisa di jadikan alat judi. Pertandingan, game, dan apalah itu bisa
saja.
Tapi
untung saat ini anak-anak sudah pada pandai berpikir sehingga dapat memilih
mana yang pasti dan mana yang tipuan. Ya walaupun masih ada juga yang tertipu,
semoga saja menjadi pelajaran bagi dia.
So,
tidak ada yang instan di dunia ini kecuali mie instan, hehe. Jika ingin dapat
uang banyak maka satu-satunya cara adalah berusaha semaksimal mungkin dan
jangan lupa berdo’a. semuanya memerlukan proses.
by.Muh_Maskur89
0 komentar:
Posting Komentar