INFO BUKU
|
Judul
: Rumah Debu
Penulis
: Sandi Firly
Penerbit
: Tahura Media
Tebal
: 222 halaman
Harga
: Rp. - ;
Hubungan kehidupan santri, guru, dan kekuasaan
Pertama membaca novel asli karangan orang
banjar sangat luarbiasa, sebab tidak hanya orang ibu kota saja yang bisa
menulis namun orang daerah pun bias menulisnyn. Buktinya adalah dengan terbit
sebuah novel dengan judul “Rumah Debu” yang mendapat kesempatan masuk sebagai
novel terbaik dari beberapa novel lainya serta bisa di katakana Best Seller
khususnya di Propinsi Kalimantan selatan.
Kesan pertama ketika membaca novel Rumah Debu
kental sekali dengan kehidupan pesantrenya. Sebagian tokoh yang di angkat dalam
novel ini adalah orang-orang pesantren. Selain itu lokasinya pun merupakan salah
satu tempat yang sebagian orang memberinya julukan kota santri yaitu Martapura.
Di dalam novel ini membicarakan pula mengenai kehidupan seorang pengusaha batu
bara.
Dari cerita-cerita itu, penulis novel ini
seperti ingin menunjukkan kesaling hubungan ketiganya dalam membentuk suatu
alur kisah kehidupan masyarakat di dalam novel.
Secara garis besar, novel Rumah Debu mengangkat
tema seputar lingkungan pesantren yang sangat kental dengan tokoh agama yang
bernama Guru Zaman, selanjutnya pengusaha tambang yang sangat kaya yang
memiliki seorang anak wanita yang angun, cantik, dan manis, selanjutnya dengan
tokoh yang di sebut sebagai memiliki kekuatan yang hebat dalam bahasa banjat di
sebut dengan Tacut.
Di dalam novel ini penulis membaginya menjadi
tiga bagian, pertama adalah Rozan yang ingin melepaskan dirinya dari belengu
atau kehidupan pesantren yang sangat menggangunya. Novel ini memceritakan
perjalanan hidup
Rozan dari pesantren hingga ia sampai di sebuah
desa yang sunyi sepi yang ada hanyalah rumah yang di selimuti banyak debu
bagaikan rumah tanpa berpenghuni. Dia adalah anak seorang pimpinan pondok
pesantren dan dia salah satu santri yang menetang ayahnya.
Ketika ia bertemu dengan seorang yang bernama
Guru Zaman yang terkenal dengan ustadz yang amat di hormati orang-orang di
sekitarnya, termasuk di kalangan para preman. Ustadz Zaman juga di percaya oleh
Pak Ismail sebagai guru pengajar anaknya.
Guru Zaman memiliki pengetahuan agama yang
cukup luas serta ia juga menjadi seorang pendamai jika terjadi masalah di
lingkungannya. Hal ini terbukti ketika Pak Ismail mengirim surat kepada Guru
Zaman untuk meredam emosi warga setelah peristiwa tertabraknya seorang warga
oleh salah seorang sopir truknya.
Tentu, Pak Ismail berkata demikian karena tidak
ingin usahanya bangkrut lantaran warga tak mengizinkan truknya lewat di jalan
yang melintasi permukiman warga. Jadinya, agama di satu sisi dianggap sebagai
jalan menuju kedamaian, agama melalui pemukanya, menjadi alat kendali para
pemeluknya. Di sisi lain, Pak Ismail memanfaatkan agama menjadi jalan untuk
kepentingan bisnisnya.
Serta di dalam novel ini seperti novel yang
lainya pasti berisi percintaan demikaengan novel ini, kisah ini bermula ketika
Rozan mengantikan Guru Zaman mengajar anak pak Ismail, penampilan dia tidak
sepeti santri lainya, dia tidak berpakaian dengan gamis dan peci layakna
seorang santri, namun ia lebih suka dengan pakaian yang lebih modern yakni
dengan celana jeans, kisah ini terasa seru bila di baca langsung, dan memang
patut untuk di baca terlebih kita adalah masyarakat Kalimantar selatan.
Mengenai judul Rumah Debu, sesungguhnya kita semua adalah
bagaikan debu yang tanpa makna, sebab debu itu memiliki dua sisi ada kalanya
untuk mensucikan dan mengotori bahkan bisa membuat bahaya bagi umat manusia.
Muh_Maskur89
0 komentar:
Posting Komentar